top up chip pakai pulsa

    Release time:2024-10-08 01:51:56    source:klasemen liga qatar   

top up chip pakai pulsa,rokoslot,top up chip pakai pulsaJakarta, CNN Indonesia--

Israel terus menjadi sorotan usai melancarkan serangan udara besar-besaran ke wilayah Lebanondengan dalih menargetkan milisi dan situs Hizbullah sejak Senin pekan ini.

Sejauh ini lebih dari 500 orang tewas dan ribuan orang lainnya terluka imbas serangan udara Israel yang terbesar ke Lebanon dalam beberapa dekade terakhir ini. 

Lihat Juga :
Ribuan TNI di Lebanon, Menlu Retno Khawatir Keselamatan Pasukan PBB

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hizbullah menggempur Israel sebagai balasan atas serangan udara Zionis di pinggiran kota Beirut pada 20 September yang menewaskan seorang komandan militer Hizbullah dan belasan anggota mereka.

Gempuran Hizbullah ini juga merespons ledakan ribuan perangkat elektronik di berbagai wilayah Lebanon yang menewaskan 39 orang dan melukai nyaris 3.000 orang.

Lihat Juga :
Hizbullah Tembak Rudal ke Tel Aviv, Incar Markas Mossad Israel



Menurut Hizbullah, ledakan gadget itu didalangi oleh Israel. Kendati demikian, Israel tak mengonfirmasi maupun menyangkal soal ledakan tersebut.

Konflik Israel-Hizbullah belakangan ini pun menjadi salah satu pertempuran baru yang pecah di Timur Tengah, kala agresi Israel di Jalur Gaza Palestina juga tak kunjung berakhir sejak Oktober 2023.

Hizbullah menyerang Israel di perbatasan sebagai bentuk solidaritas dengan kelompok milisi Hamas Palestina. Hizbullah telah menyatakan hanya akan berhenti menggempur Israel jika Negeri Zionis setop menyerang Gaza.

Seruan Hizbullah ini sendiri sejak awal bukan omong kosong. Apalagi pasca kematian Fuad Shukr, komandan militer senior Hizbullah yang telah menjadi anggota sejak kelompok itu terbentuk pada 1980-an silam.

Shukr tewas diserang Israel di ibu kota Beirut, Lebanon, pada 30 Juli lalu. Israel mengklaim Shukr bertanggung jawab atas serangan di Majdal Shams tiga hari sebelumnya yang menewaskan 12 anak.

Pilihan Redaksi
  • 5 Tahap Taktik Israel Alihkan Serangan ke Hizbullah
  • Israel Bombardir Lebanon, Komandan Divisi Roket Hizbullah Tewas
  • China Uji Coba Rudal Antarbenua setelah Kutuk Israel Serang Lebanon

Sejak kematian Fuad Shukr, Hizbullah terus melancarkan serangan kecil namun intens ke Israel. Tampaknya serangan-serangan itu mengusik Israel hingga akhirnya memutuskan fokus untuk menyerang milisi di perbatasan utaranya tersebut.

Pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pun mengumumkan bahwa Israel memasuki "era baru" dalam peperangannya dengan Hizbullah. Pernyataan itu dibuat tak lama setelah insiden ledakan ribuan pager hingga walkie-talkie di Lebanon.

"Pusat gravitasi bergerak ke utara. Kami mengalihkan pasukan, sumber daya, dan energi ke utara," kata Gallant kepada anggota angkatan udara Israel pada 18 September.

Setelah Gaza dan kini Lebanon, lantas apakah perang Israel akan merembet ke negara-negara Timur Tengah lain?

Baca di halaman berikutnya >>>

Menurut peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace sekaligus pejabat lama Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Aaron David Miller, perang Israel tak akan meluas hingga menyeret negara-negara Timur Tengah lainnya, termasuk Iran.

Kepada PBS, Miller mengatakan Hizbullah belum melewati "garis merah utama" dalam konfliknya dengan Israel.

Garis merah utama yang dimaksud yakni penggunaan rudal berpemandu presisi Hizbullah, yang sanggup menimbulkan kerusakan luar biasa pada infrastruktur, jaringan listrik, bahkan pusat-pusat populasi Israel.

Lihat Juga :
Arti Nama dan Bendera Hizbullah Musuh Israel di Lebanon

"Hizbullah belum melewati garis merah utama, yaitu penggunaan rudal berpemandu presisi mereka lagi, yang mana mereka punya ratusan, bukan ribuan. Namun, meski hanya ratusan, jumlah itu cukup untuk menimbulkan kerusakan luar biasa pada pusat-pusat populasi Israel, infrastruktur, dan jaringan listrik," kata Miller.

Menurut Miller, Israel baru akan menyeret paksa negara-negara lain termasuk Iran ke dalam konflik apabila Hizbullah berani merusak infrastruktur, terutama pabrik desalinasi mereka.

"Israel memperoleh banyak air dari pabrik desalinasi. Jika diserang dengan rudal Hizbullah, pabrik-pabrik itu akan rusak. Ini bisa menjadi mimpi buruk yang besar," ucapnya.

Meski Hizbullah memiliki kapasitas untuk meluncurkan 3.000 rudal dalam sehari, kelompok milisi itu belum menunjukkan tanda-tanda ingin memperparah konflik dengan Israel.

[Gambas:Infografis CNN]

Menurut Miller, Hizbullah membatasi diri karena sadar bahwa mereka telah menempatkan seluruh penduduk Lebanon dalam bahaya akibat tindakan mereka yang berada di luar kepentingan Lebanon.

Lebih dari itu, dari sisi Iran selaku pendukung Hizbullah, juga kelihatannya enggan untuk terlibat langsung dengan Israel. Miller menilai Iran saat ini hanya ingin membuat Israel "kesulitan" melalui proksi-proksinya.

"Yang tidak ingin mereka [Iran] lihat adalah serangan Israel dan/atau Amerika terhadap Iran. Anda bisa berakhir dengan kemungkinan itu jika pada kenyataannya ada eskalasi besar antara Israel dan Hizbullah sehingga Iran merasa perlu untuk membela Hizbullah. Israel dan mungkin bahkan Amerika bisa saja terlibat jika itu terjadi," ucapnya.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Paul R. Pilar, peneliti senior nonresiden di Center for Security Studies Georgetown University sekaligus peneliti nonresiden di Quincy Institute for Responsible Statecraft.

Pilar mengatakan Iran saat ini ingin menghindari perang yang lebih luas di Timur Tengah, apalagi perang langsung dengan Israel.

Lihat Juga :
Daftar Negara Pemasok Senjata Israel untuk Gempur Lebanon

Ini sejalan dengan pernyataan Presiden Iran Masoud Pezeshkian di New York pada Senin (23/9) yang menegaskan Teheran tak mau "menjadi penyebab ketidakstabilan di Timur Tengah" karena tahu risiko yang mengintai.

Menurut Pilar, salah satu bukti bahwa Iran berusaha tak terlibat langsung dengan Israel yaitu mengenai rencana serangan balasan Iran atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli lalu.

Iran dan Hamas menuding Israel dalang di balik kematian Haniyeh. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bahkan telah bersumpah untuk membalas Israel.

Walau telah bersumpah, pada kenyataannya Iran hingga kini menahan diri agar tak meledakkan konflik di Timur Tengah.

Pasalnya, jika Iran perang terbuka dengan Israel, maka pertempuran itu akan berubah menjadi perang skala besar mengingat Iran memiliki banyak proksi di Timur Tengah, sehingga bukan tidak mungkin sekutu-sekutunya ikut terlibat untuk membantu Iran selaku 'bos' utama.

"Meski begitu, orang harus bertanya-tanya apa batasan kesabaran Iran dalam menghadapi pelanggaran Israel yang terus berlanjut ini," kata Pilar dalam tulisannya di Responsible Statecraft.